Datang Lagi, Juni
Tidak terasa sudah sampai di bulan Juni. Artinya sudah setengah tahun ini aku lewati hari-hari dengan begitu saja. Berjuangnya ada, murungnya juga tidak terlewat, kadang gembira jadi emosi yang paling dinanti meski tidak selalu hadir setiap hari.
Banyak
yang bilang juga, bulan Juni berarti bulan puisi. Beragam rasa yang tercipta di
bulan Juni sampai-sampai Pak Sapardi menulis puisinya yang berjudul "Hujan
Bulan Juni" dengan bait-bait yang teduh dan lembut tapi cukup sesak untuk
ditelaah. Doa baik mengalir untuk Pak Sapardi, dalam sunyi kamu abadi.
Lalu
bagiku bulan Juni itu apa? Tidak ada. Juni sama saja seperti Januari, Februari,
Maret, dan bulan-bulan lainnya. Aku bisa berpuisi setiap hari, aku pun bisa
patah hati yang tak harus di bulan Juni. Segala macam emosi bisa terjadi kapan
saja, dan bulan Juni bukan apa-apa.
Tidak
ada yang spesial dari Juni, tapi ia selalu punya kesan yang baik. Juni pandai
bercerita, ia juga tidak pernah bosan mendengarkan. Terkadang Juni menyebalkan,
tapi selayaknya bulan-bulan yang lain, ia kembali menjadi ramah dan
menyenangkan. Juni selalu punya caranya sendiri untuk membuat tenang suasana.
Ia tidak pernah membandingkan, bahkan cenderung menerima. Juni adalah jelmaan
dari seseorang yang mendukungmu di setiap kondisi yang paling payah sekalipun.
Namun ia juga akan mendorongmu dengan sangat kencang untuk bangkit dan tetap
bertahan.
Tapi
ada hal yang tidak bisa Juni selesaikan, bahkan hingga sekarang. Masa lalunya.
Iya, benar sekali, Juni masih berkonflik hebat tentang masa lalu yang belum
selesai. Ada kalanya ia menjadi cukup impulsif saat mengalami keadaan yang
memicu traumanya. Sepersekian detik kemudian, ia menjadi diam dan tenang. Lalu
pergi begitu saja, tanpa meninggalkan kata-kata. Kemampuanku untuk mengatasi
trauma masa lalunya tidak akan pernah bisa teratasi, selain ia yang
menyelesaikannya sendiri.
Ada
hari di mana Juni tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik. Kacau. Ia sangat
terpukul dan emosinya menggebu-gebu. Suaranya jadi meninggi, kemudian keadan
jadi cukup berantakan tak terkendali. "Aku kalah, Juni. Sudah, hentikan
saja, tolong. Kamu malah menyiksa dirimu sendiri jika seperti ini terus."
Mohonku sambil mencoba menghentikannya menggores pecahan botol kaca itu di
lengan kirinya.
Aku
tahu Juni tidak sekelam itu. Aku dengar sendiri suaranya yang lembut dan
menenangkan. Aku lihat sendiri kebaikan yang ia lakukan berbarengan dengan
setiap senyum indah yang tercipta. Aku rasakan sendiri ketulusan yang ia
berikan secara bertubi-tubi tanpa pamrih. Dan aku masih mau percaya Juni tidak
sekejam itu hingga menyobek dirinya sendiri dengan tatapan yang bengis. Ia
tidak mungkin jadi menyeramkan seperti itu dalam waktu semalam. Ceritakan Juni,
aku mau tahu. Ceritakan apapun itu, kamu tidak perlu sembunyi dan merasa
sendiri.
Lalu
suatu waktu, Juni pernah berpesan untuk meminta tidak menemuinya lagi. Lalu
bagaimana aku bisa meneruskan ke Juli dengan melewatkan Juni? Kurasa, tidak
semua permintaan bisa aku penuhi. Jadi, maaf. Kali ini aku tidak bisa
melewatkanmu, Juni. Sebab ada beberapa
hal yang belum selesai denganmu dan harus selesai bersamamu. Kamu tidak bisa
pergi lagi seperti itu. Tidak adil rasanya kamu yang selalu ada menemani dan
aku menjadi tanpa arah membiarkanmu terpuruk sendirian.
Kenapa
Juni berusaha keras sekali untuk menghindar? Apa karena ada luka yang belum
sembuh sempurna? Lalu, ia berusaha untuk memulihkan dirinya sendiri dengan
membatasi pertemuanku dengannya. Juni, kamu gapapa kan? Maksudku, kita sudah
cukup dekat dan saling mengenal, kemudian kamu mencoba untuk membuatku menjadi
asing. Ini cukup membuat luka.
Tapi
jika memang itu benar-benar yang diinginkan Juni, aku akan berusaha sebaik
mungkin untuk tidak mengusiknya kembali, mencari cara untuk tidak mencuri
perhatiannya, atau cuma sesekali saja memastikan keadaannya tetap baik-baik
saja. Semoga tidak ada lagi bekas luka yang bertambah di sekujur tubuhmu.
Setelah
itu, akan aku habiskan hari-hari di penghujung bulan Juni ini dengan
biasa-biasa saja. Hingga akhirnya, aku sampai di bulan Juli. Karena aku
percaya, Juni akan selalu datang lagi, lagi, dan lagi. Lalu kita akan bertegur
sapa dan menanyakan kabar masing-masing kembali. Bersamaan pertemuan
selanjutnya dengan kondisi kita yang paling baik, aku akan sematkan, "Aku
bangga padamu, Juni." Cukup berat jalan yang harus ia lewati seumur hidup
dan Juni mampu bertahan dengan banyak goresan yang menjadi tanda kalau ia
sangat tangguh dan tidak mudah dikalahkan.
Jadi, semoga Juni bisa dengan canggih menyembuhkan dirinya sendiri seutuhnya lalu merayakan dengan cara yang paling meriah.
Comments
Post a Comment