Aritmia
Kehilangan selalu tidak pernah
menyenangkan. Artinya ada sesuatu yang kamu lepaskan, entah memang harus
dilakukan ataupun terpaksa karena keadaan. Perasaan kosong karena ada hal yang
akhirnya berbeda dari biasanya harus segera dibiasakan. Menerima jadi jalan
untuk tetap bertahan.
Kata orang kebanyakan, “Kamu
harus kuat”, “Coba ikhlaskan saja”, “Memang jalannya seperti itu, diterima ya.”
Yang semua intinya adalah membiasakan diri dengan kehilangan. Mereka tidak
salah, tapi juga tidak mudah untuk diterima.
Ditambah kehilangan seseorang
maupun sosok yang sangat berdampak dalam hidup, pastinya tidak mudah, bukan?
Aku mencoba menerima
bertahun-tahun. Mencoba yang mereka sebut ikhlas, tapi di dalam dada yang ada
rasanya sesak berantakan. Rasanya seperti dadamu ditusuk dengan bilah pedang
yang tajam, sialnya tidak hanya satu, tapi puluhan bahkan ratusan bilah pedang
menusuk tepat di dada kirimu lalu mengoyak liar jantungmu sampai detaknya tak
karuan.
Brutal.
Lalu aku tetap teruskan hidup
dengan berjalan sempoyongan sambil menebak-nebak dalam kepala,
“Setelah ini arahnya perlu ke mana?”
Ternyata ya, melanjutkan hidup
dengan adanya lubang besar di dada yang aku sendiri tidak tahu cara menambalnya
itu tidak mudah. Segala macam pengandaian fiksi yang tercipta di dalam kepala
semakin liar dan sulit dikendalikan. Berharap bahwa ada sosoknya yang telah
tiada di dunia muncul kembali dengan keadan senormal-normalnya dan berjalan
beriringan sambil menuntun ke arah mana yang sebaiknya aku tuju.
Semakin tidak nyata, semakin aku
hanyut dalam angan-angan di dalam kepala. Hal yang ingin coba aku lupa, malah
membesar semakin nyata.
Aku takut.
Kadang-kadang badanku gemetar,
nyeri di dada yang tiba-tiba menyerang, tangis pun ikut runtuh. Manusia yang
sudah ditakdirkan mati, memang sudah tidak bisa hidup kembali. Pun semisal raganya
dibangkitkan dan dikirim ke bumi, pasti sosoknya tidak akan sama lagi.
Sekuat-kuatnya menerima
kehilangan, akan selalu ada kondisi tubuhmu memang belum siap menerima. Meski
sudah kamu paksakan setangguh mungkin, rasanya adrenalin akan bergerak pesat
meningkat tajam dan jantung berdebar terlalu cepat tak sesuai iramanya sehingga
aliran darah ke otak tidak optimal.
Santai… tenang saja, kamu tetap
masih hidup, namun rasa cemas yang berkepanjangan akan menjadi teman baikmu.
Pelan-pelan canggih tubuhmu
dengan pintar akan menyesuaikan bagaimana untuk bersikap terlihat tetap normal
meski dihantam serangkaian kilas balik yang mulai mengerak sebab terlalu sering
berputar di ingatan.
Layaknya AI, sepertinya canggih
tubuhku juga sudah semakin pintar untuk menerima kematiannya. Sekian menahun
tak pernah aku datang ke rumah barunya, di kesempatan berikutnya nanti aku
pastikan mengunjungi sambil mengiringi arwahnya dengan merapal doa-doa.
“Mereka yang bernyawa, pasti akan kembali ke padaNya”
Comments
Post a Comment