Luka-luka di Penghujung Hari
Datang lagi waktunya,
akhir tahun yang selalu dirayakan oleh kebanyakan orang, dengan banyak cara
yang tak harus sama, merayakan 365 hari yang sudah terlewat rasanya sah-sah
saja. Ada yang berkumpul bersama teman-teman sambil ngobrol tentang apa pun
hingga terbit fajar, ada yang sudah punya rencana pergi berlibur bersama keluarga
sambil memamerkan kehangatannya di sosial media, ada juga yang masih merasa
kosong dan tidak melakukan apa-apa.
Tak ada yang salah dengan caramu, kau pantas merayakan perjuanganmu selama 365 hari sesuka hatimu. Bukan waktu yang singkat, juga bukan tugas yang ringan untuk menyelesaikannya. Berbanggalah! Kau sudah melewatinya dengan baik.
Tak ada yang salah dengan caramu, kau pantas merayakan perjuanganmu selama 365 hari sesuka hatimu. Bukan waktu yang singkat, juga bukan tugas yang ringan untuk menyelesaikannya. Berbanggalah! Kau sudah melewatinya dengan baik.
Aku sendiri cukup kewalahan
untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak pernah selalu baik-baik saja di setiap
harinya. Selalu saja ada fase di mana untuk bangkit dari kasur saja itu sudah
pencapaian yang cemerlang. Dimulai dengan bulan ke-1 yang mana masih kalut
dengan duka di tahun lalu dan mencoba untuk pulih segera. Bulan ke-1 aku anggap
sebagai masa pemulihan.
Bulan ke-2 mulai cukup
untuk berduka. Ambisi penuh dengan berbekal tujuan yang jelas. Awal baru untuk
aku memulai segalanya dengan percaya diri. Dilanjut bulan ke-3, semuanya masih
terkendali. Tanpa hambatan, masih berfokus pada tujuan yang sudah dirancang di awal.
Keadaan baik-baik saja, tanpa masalah.
Tidak berlangsung lama di
bulan ke-4 mulai timbul masalah, tapi senyumku tetap merekah. Wajah yang
kupasang untuk terlihat di depan orang-orang selalu tampak bahagia walau tuntutan
datang bertubi-tubi. Bulan ke-5 cukup krusial. Mulai hilang kepercayaan. Krisis
percaya bahkan ragu dengan diri sendiri. Tidak ada yang bisa dipercaya,
semuanya cuma pura-pura. Bulan ke-5 inilah titik krisis.
Di bulan ke-6, aku mulai
sinis kepada siapapun, orang-orang yang awalnya aku percaya penuh sudah tidak
berlaku lagi untukku saat itu. Mengutuk diri sendiri karena saking tidak
bergunanya aku. Benar-benar kepercayaanku sudah diruntuhkan bumi dan tidak tahu
untuk selanjutnya harus bagaimana lagi. Memasuki
bulan ke-7 energi negatifnya semakin besar. Tekanan dari mana-mana. Terlalu berat
untuk aku pikul sendiri. Hilang arah. Tujuan yang sudah dirancang rapi musnah. Parahnya
hampir mati (lagi), tapi untung aku masih terlalu cemen untuk benar-benar
mati.
Bulan ke-8 adalah puncaknya, hubungan dengan keluarga semakin renggang. Supporting system paling terakhir yang ada sudah tak bisa diharapkan. Rasanya bagiku hidup cuma numpang bernapas saja. Bahkan untuk berharap saja aku takut. Kepalaku penuh dengan ragam ketakutan yang semakin mencekam. Tempat paling nyaman adalah kamar kos sendiri. Tiduran di kasur berjam-jam sudah jadi hal sangat biasa. Jam tidur berantakan, jam makan tak beraturan. Hidup sehat cuma angan-angan.
Tapi aku masih punya
keinginan kuat untuk berubah menjadi lebih baik, aku tidak bisa terus terpuruk
dan semakin diremehkan. Di bulan ke-9 pelan-pelan mereda. Mencoba melawan balik
keadaan. Bangkit dari keputusasaan. Bulan ke-9 inilah kusebut titik balik. Bulan
ke-10 waktunya untuk berbenah. Belum terlambat untuk perbaiki diri. Atur ulang
rencana dan mencari celah untuk melaju penuh tanpa ragu.
Lalu bulan ke-11 semangat
untuk tetap hidup melonjak. Masih banyak hal yang ingin dilakukan. Atur pola jam
tidur, membiasakan diri untuk bangun pagi walau kadang masih kesiangan. Tidak langsung,
tapi pelan-pelan berubah menjadi lebih baik. Dan sekarang memasuki penghujung hari
di tahun ini, bulan ke-12. aku bersiap untuk apa pun yang ada di masa depan. Rencana
yang sudah aku atur ulang semoga bisa terlaksana
dengan baik. Harapan yang aku bangun kembali dari keputusasaan semoga selalu
bisa aku jaga sampai akhir.
Akhirnya semua keringat, air mata, luka, semangat, harapan dan semua elemen yang terlibat untuk tahun ini sudah berakhir.
Benar-benar berakhir di penghujung hari ini. Tapi perjuanganmu belum selesai, masih banyak yang harus dihadapi tahun berikutnya, juga selanjutnya dan seterusnya. Kalau semisal nanti gempurannya di masa depan makin dahsyat, ayo tetap berdiri dan jadi bertambah hebat. Tidak perlu cepat-cepat. Mari saling menyembuhkan; saling menguatkan bersama.
Selamat merayakan!
Comments
Post a Comment